TrijayaNews.id, Jakarta – Langkah pemerintah menindak tegas para importir pakaian bekas ilegal yang merugikan industri tekstil, maupun garmen dengan potensi kerugian mencapai Rp19 triliun. Mendapat dukungan dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI).
Menurut Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki, dalam Konferensi Pers Terkait Update Kondisi Tekstil dan Sikap Asosiasi Terhadap Imporasi Ilegal di Indonesia, di Hotel Mercure, Jakarta, Jumat (31/3). Mengatakan, bahwa data-data yang dilampirkan API dan APSyFI, merupakan dampak nyata akibat masuknya pakaian bekas impor ilegal.
Untuk itu, langkah pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap aksi para importir ilegal ini dinilainya sudah tepat. Teten menegaskan, pakaian bekas selundupan ini luar biasa merugikannya. Karena pada 2022 saja dari data Trademaps, Malaysia menjadi pemasok terbesar pakaian bekas ke Indonesia, mencapai sekitar 25 ribu ton dan tidak tercatat karena ilegal. “Bahkan sebanyak 350 ribu potong pakaian per hari menyerbu pasar lokal,” ujarnya.
Kondisi tersebut kata Teten, benar-benar memukul industri ‘pakaian jadi’ yang masuk kategori UKM ‘pakaian jadi’ yang selama ini berkembang di pasar lokal. Menurutnya, jangan dikacau-balaukan dengan pengertian thrifting.
“Pakaian bekas ilegal ini memang selundupan. Kami melindungi UKM lokal di pasar domestik, dan bagaimana mengurangi unrecorded (termasuk impor illegal pakaian dan alas kaki illegal) impor yang cukup deras tak hanya pakain jadi tapi juga tekstil,” tandasnya.
Teten menambahkan, seperti pemusnahan 7.000 bal pakaian bekas impor di Cikarang belum lama ini adalah pakaian bekas yang dimusnahkan mayoritas pakaian bekas dengan pasar menengah ke bawah.
Masih lanjut dia, pakaian bekas yang masuk ke pasar lokal ini memukul UKM. Maka adanya dukungan dari API dan APSyFI, membuatnya menjadi yakin sesuai permintaan asosiasi tekstil kepada Pemerintah, harus betul-betul menyetop selundupan pakaian bekas. “Kami berharap, jika hal tersebut bisa dilakukan, produksi dalam negeri, utilitasnya tidak lagi 60% sehingga lapangan kerja di dalam negeri semakin terbuka luas, dan industri tekstil semakin baik,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Umum API Jemmy Kartiwa mengatakan, ketergantungan terhadap impor tidak mendorong pertumbuhan ekspor, bahkan berdampak negatif bagi pasar domestik. Dengan dorongan kebijakan substitusi impor dan neraca komoditas akan mendorong peningkatan integrasi hulu-hilir industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) siap untuk mengejar ketertinggalan.
Masih dijelaskan Kartiwa, TPT menjadi salah satu sektor unggulan dengan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan I tahun 2022, TPT berkontribusi sebesar 6,33% terhadap total PDB sektor industri pengolahan non-migas. Kata dia, sumbangan ekspor industri TPT terhadap total ekspor nasional pada 2021 sebesar 5,67% dan selama Januari-Mei 2022 menyumbangkan 5,33%.
Menurutnya, akibat pakaian bekas impor ilegal, industri TPT mengeluh. Faktanya volume impor lebih besar dari ekspor. Data dari Trademaps, sebanyak 350 ribu potong pakaian ilegal per hari ini, jika bisa digantikan produk lokal, bisa menggerakkan banyak pekerja. “Kami support ketegasan Pemerintah untuk memberantas impor pakaian bekas ilegal,” tandasnya.
API memberikan rekomendasi kepada para pedagang UMKM, yang sebelumnya bisnis jual beli baju bekas impor, akan difasilitasi dan dibina untuk bekerja sama dengan produsen IKM tekstil dan garmen dalam negeri.
Kemudian, produsen garmen/clothing dalam negeri akan mendapatkan kesempatan untuk bekerja sama dengan Industri TPT baik level IKM atau usaha besar untuk bekerja sama memaksimalkan pasar domestik produk produk garmen/clothing. “Produsen industri TPT akan membuka ruang untuk memberikan pelatihan-pelatihan bagi pelaku industri IKM dan pedagang UMKM sektor TPT melalui program vokasi,” jelas Kartiwa.
Karena itu lanjut dia, API berharap pada pemerintah agar terus-menerus melakukan tindakan pencegahan dan penegakan hukum atas peraturan impor ilegal. Selain itu, memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri, terutama IKM untuk berkontribusi menyempurnakan regulasi (peraturan-peraturan) di masa mendatang demi meningkatkan iklim investasi sektor TPT.