Jakarta, TrijayaNees.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengajak perempuan untuk menjadi inspirator keluar dari belenggu kemiskinan. Staf Ahli Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bidang Penanggulangan Kemiskinan, Titi Eko Rahayu mengemukakan perempuan memiliki potensi luar biasa untuk dapat berkontribusi besar pada perekonomian Indonesia dengan mengupayakan pemajuan perempuan di bidang ekonomi melalui program ekonomi kreatif berkesinambungan, adil gender, dan berbasis kearifan lokal.
“Seringkali kemiskinan dikatakan berwajah perempuan karena pada masyarakat miskin, perempuan menunjukkan indikator kesejahteraan yang lebih rendah. Dari berbagai analisis dan data pun, khususnya pada keluarga miskin, indikator kualitas sumber daya manusia pada perempuan memang lebih rendah dibandingkan laki-laki,” ujar Titi pada kegiatan Media Talk Kemen PPPA: Perempuan Inspirator Keluar dari Kemiskinan, Jumat (11/8).
Titi mengungkapkan, dampak kemiskinan tak hanya banyak dirasakan oleh kelompok perempuan semata, kemiskinan perempuan juga bersifat lintas generasi dan memiliki efek domino. Faktor penyebab kemiskinan juga begitu kompleks, ada yang bersifat individu, keadaan masyarakat dan lingkungan, serta kondisi dan kebijakan negara. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022, tercatat sebanyak 9,68% dari perempuan Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan persentase laki-laki yang ada pada angka 9,40%.
Melihat kemiskinan bukan hanya dari faktor ekonomi namun juga dari faktor lain yaitu pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan, namun ekonomi sebagai pintu masuk untuk keluar dari belenggu kemiksinan. “Pada Agustus 2022, BPS mencatat persentase TPAK perempuan berada di 53,41%, dimana laki-laki mencapai 83,87%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan belum sepenuhnya memiliki kesempatan berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja dikarenakan adanya kombinasi dan interaksi dari berbagai faktor seperti adat istiadat atau budaya, agama, pendidikan, status perkawinan, kondisi kesejahteraan rumah tangga, dan pembangunan ekonomi. Perempuan pun lebih banyak yang bekerja di sektor informal dibandingkan sektor formal, dan perempuan juga mendapatkan upah yang lebih rendah dibandingkan laki-laki,” ungkap Titi.
Meskipun perempuan kerap disandingkan dengan kemiskinan, Titi menuturkan bahwa perempuan memiliki potensi untuk berkontribusi lebih besar bagi perekonomian Indonesia dengan memberikan akses dan membuka kesempatan kerja seluas-luasnya kepada perempuan di semua sektor tanpa memberda-bedakan gender. Program pemajuan perempuan melalui ekonomi kreatif pun harus dilakukan dengan membangun kemitraan berkelanjutan serta pendekatan yang holistik, integratif, dan partisipatif agar terciptanya peluang dan kesempatan bagi perempuan untuk menunjukkan kekuatan dan potensinya.
“Kekuatan perempuan Indonesia dapat dibuktikan dengan besarnya jumlah perempuan pelaku ekonomi melalui Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang mampu menyumbang pada Produk Domestik Bruto (PDB) secara signifikan. Para pelaku UMKM memiliki kemampuan dan potensi besar untuk terus berkembang ke bisnis yang tingkat lebih tinggi dan mampu memberdayakan perempuan lainnya. Tak hanya itu, tingkat pendidikan perempuan pun terus meningkat dan pendidikan memberikan kemampuan perempuan untuk lebih ahli dan terampil memasuki pasar,” tutur Titi.
Lebih lanjut, Titi menekankan, kekuatan perempuan yang begitu luar biasa mampu dioptimalkan melalui pemberdayaan perempuan yang berkelanjutan, khususnya pemberdayaan ekonomi kreatif. Pemajuan perempuan di bidang ekonomi melalui ekonomi kreatif yang berkesinambungan, adil gender, dan berbasis kearifan lokal menjadi salah satu kunci dalam membantu perempuan keluar dari belenggu kemiskinan. Salah satu program unggulan yang berhasil membantu perempuan mengoptimalkan potensinya adalah melalui Sekolah Perempuan.
“Wadah-wadah peningkatan kapasitas untuk perempuan seperti Sekolah Perempuan atau apapun namanya, akan semakin kuat dengan adanya inisiasi Kemen PPPA mengembangkan Desa/Kelurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (D/KRPPA) yang memiliki tujuan antara lain yakni memberdayakan perempuan dan mengembangkan potensi perempuan sebagai pemimpin perempuan di tingkat akar rumput dan juga mendorong masyarakat untuk terus bergerak mengupayakan berbagai kebijakan yang berspektif gender dan ramah anak. Kami akan terus mengembangkan kolaborasi, sinergi, dan kerjasama dengan berbagai pihak yang sama-sama mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” kata Titi.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Sekolah Perempuan DKI Jakarta, Ning Setyani berbagi praktik baik yang telah dilakukan oleh Sekolah Perempuan dalam mengajak perempuan keluar dari belenggu kemiskinan, semakin berdaya, dan mengembangkan potensi maksimalnya dalam berbagai aspek.
“Melalui Sekolah Perempuan, kami diberikankan berbagai macam edukasi dan pelatihan untuk mengembangkan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki oleh perempuan, dari mulai aspek sosial, politik, budaya, ekonomi, dan kreativitas. Dari situlah perempuan mulai berdaya dan banyak perempuan yang kini mampu turut serta membantu ekonomi keluarga,” jelas Ning.
Sekolah Perempuan adalah program inisiasi dari Institut KAPAL Perempuan yang didukung oleh Kemen PPPA. Sekolah Perempuan sebagai wadah pembelajaran dan mengelola pengetahuan perempuan yang utamanya dikembangkan di komunitas-komunitas miskin pedesaan, perkotaan, pesisir, dan kepulauan terpecil, merupakan model pemberdayaan perempuan di kalangan akar rumput melalui proses pembelajaran atau pendidikan sepanjang hayat. Sekolah Perempuan mengembangkan kepemimpinan perempuan agar memiliki kesadaran kritis, kepedulian, solidaritas, kecakapan hidup, dan komitmen menjadi pelaku perubahan sosial agar terbebas dari kemiskinan dengan memperjuangkan kesetaraan gender dan perdamaian di setiap ranah.