JAKARTA, TrijayaNews.id – Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Sulawesi Tenggara, melaporkan sejumlah perusahaan pertambangan yang beroperasi di Sulawesi Tenggara.
Ketua Umum BADKO HMI Sultra, Candra Arga, menyampaikan laporan yang dilayangkan ke Bareskrim Polri itu, didasarkan pada temuan di lapangan dimana aktivitas sejumlah perusahaan tidak mematuhi tunduk pada aturan yang ada.
“Misalnya dalam kasus PT. Wajah Inti Lestari (PT. WIL), yang beroperasi diluar dari pada titik koordinat IUP. diketahui IUP milik PT. WIL bernomor 351 tahun 2010 namun berdasarkan dari penelusuran kami saat ini PT. WIL beroperasi pada IUP 502 tahun 2013. Dimana IUP 502 ini berdasarkan Surat Keputusan DPMD-PTSP Sultra bernomor 264/BKPMD-PTSP/X/2015 telah dicabut, sehingga tidak boleh lagi ada aktivitas pertambangan diwilayah itu,” tegas Candra Agra, dalam keterangan tertulis, Senin (19/1/2021).
Pihaknya meminta kepada Bareskrim Polri agar segera mengambil tindakan, yakni menghentikan aktivitas PT. WIL dan segera memanggil Direktur PT. WIL untuk diproses hukum.
“Karena hal ini jelas telah menyebabkan kerugian negara dimana dalam perhitungan kami sejak beroperasi pada tahun 2017 sampai saat ini, sedikitnya negara telah mengalami Rp 39.242.877.883,” ujarnya.
Sebelumnya juga diketahui bahwa pada tahun 2019 pihak Bareskrim Polri telah menyegel 4 tongkang milik PT. WIL, namun sampai hari ini proses hukumnya berjalan ditempat.
Selain itu, kata Candra, ada PT. Babarina Putra Sulung (BPS) dimana berdasarkan surat rekomendasi DPRD Sulawesi Tenggara bersama Dinas ESDM nomor 540/3.960, diduga kuat telah menyalahgunakan IUP OP yang dimiliki.
“PT. BPS izinnya adalah jenis batuan atau mineral bukan logam, tapi dilapangan diduga kuat telah mengangkut material ore walaupun selama ini dikemas sebagai tanah urugan,” katanya.
Data yang dikeluarkan oleh Fortuna Star dari Juli sampai dengan Desember, PT. BPS mengangkut sedikitnya 84.000 MT tujuan Morowali. Dan perlu diketahui juga bahwa kalau kita melihat surat dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara bernomor 122/2453/2018 disitu disebutkan juga bahwa wilayah operasi produksi milik PT. BPS ini masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan tidak memiliki IPPKH. Terbitnya IPPKH nanti pada tahun 2019 artinya operasi produksi sebelum itu tidak mengantongi IPPKH.
“Berdasarkan hal itu, kami meminta kepada Bareskrim Polri juga segera memanggil Direktur PT. Babarina Putra Sulung, yakni saudara Husmaluddin. Dengan alasan tidak hanya perusahaan yang beroperasi tanpa mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) seperti PT. WIL dan PT. BPS, BADKO HMI Sultra juga melaporkan sejumlah perusahaan yang menggunakan terminal khusus (tersus) dalam kegiatan pertambangan tanpa memiliki izin,” tambahnya.
Berdasarkan Undang-undang Pelayaran pasal 339 ayat (3) bahwa setiap orang yang memanfaatkan garis pantai untuk membangun fasilitas dan/atau melakukan kegiatan tambat kapal dan bongkar muat barang atau menaikkan dan menurunkan penumpang untuk kepentingan sendiri di luar kegiatan di pelabuhan, terminal khusus, dan terminal untuk kepentingan sendiri wajib memiliki izin. Pelanggaran UU tersebut diancam pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”. Serta Pasal 299 dimana menyebutkan bahwa setiap orang yang membangun dan mengoperasikan terminal khusus tanpa izin dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Sementara perusahaan yang menggunakan Terminal Khusus tanpa izin adalah
1. PT. Citra Silika Mallawa
2. PT. Kurnia Teknik Jayatama
3. PT. Riota Jaya Lestari
4. PT. Bola Dunia Mandiri
“Ini berdasarkan data TERSUS yang dikeluarkan oleh Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) kelas III Kabupaten Kolaka tentang Perusahaan yang kegiatan pokoknya dalam sektor pertambangan belum memiliki Izin/Masih dalam proses namun tetap beroperasi sebagaimana perusahaan
yang telah memiliki izin Tersus,” ujarnya.