Dalam Rangkaian HUT Koperasi ke 77 Keberpihakan Pemerintah Terhadap Koperasi Masih Dipertanyakan

Nasional87 Dilihat

Trijaya.id, Jakarta – Keren tema peringatan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke 77, yakni “Koperasi Maju Indonesia Emas”. Ada makna luar biasa. Faktanya, koperasi menurut Bung Hatta adalah kumpulan orang seorang, dengan kata lain koperasi itu kumpulan orang-orang bukan kumpulan modal.

Bila perjuangan gerakan koperasi mampu membuat koperasi maju, menjadi keniscayaan Indonesia kedepan akan makmur. Untuk mewujudkannya perlu sinergi dan kerja keras semua pihak. Wabil khusus yang mencintai koperasi. Siapa mereka, adalah gerakan koperasi dan praktisi, pakar, ahli yang terus ikut memberikan masukan, saran serta nasehat demi kemajuan tersebut.

Perhatian pemerintah pun harus besar, baik kepedulian maupun keberpihakan pada koperasi. Regulasi yang dikeluarkan selalu layaknya instrumen membuka pintu gerbang makin luas. Antara gerakan koperasi dan pemerintah sepaham, saling sinergi, bekerja keras dan melangkapi, pastilah tidak sulit menciptakan Indonesia emas melalui koperasi.

Terlebih jumlah koperasi menurut data di Kementerin Koperasi dan UKM mencapai 134 ribu, dengan akumulasi anggota mencapai ratusan juta. Jika kondisi ini yang kita lihat, bukan merupakan mimpi terlalu muluk. Tapi terukur untuk menciptakan Indonesia yang makmur sejahtera.

Sayangnya isapan jempol masih membayangi gerakan koperasi bermimpi. Ungkapan Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Sri Untari Bisowarno, saat nyekar ke makam Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta, dalam rangkaian peringatan Hari Koperasi, seolah mengadu pada beliau, bahwa dunia perkoperasian Indonesia masih terbelakang.

Sri Untari pun mengajak kita melihat regulasi kekinian, tidak usah melihat soal keberpihakan atau tidak ke belakang. Yang kalau disebut apa yang dialami itu masih setengah hati. Yang ia maksud adalah terbitnya regulasi terbaru pun masih membuat sesak nafas. Peraturan Menteri Koperasi (Permenkop) No  8 Tahun 2023, diantaraya mengamanatkan modal koperasi minimal harus Rp500 juta. Padahal kata Sri Untari yang hampir dua pertiga hidupnya berteman koperasi, koperasi di negeri ini tidak semuanya besar dan menengah, tapi masih didominasi yang kecil.

Misalnya masih banyak koperasi di lingkungan RT, RW, di desa dan belum semua memiliki modal sebesar itu. Mskipun ada koperasi yang sampai memiliki modal Rp1 miliar atau diatas Rp500 juta tapi tidak banyak.

Tak mengingkari, bahwa apa yang diceritakan Ketua Koperasi Wanita Setia Budi Wanita, Malang-Jatim ini, nafas kesehariannya merasakan dan melihat bersama koperasi. Pastinya koperasi yang kecil-kecil jumlahnya sangat banyak. Modal mereka baru Rp 50 juta, Rp100 juta-an, di bawah Rp 500 juta. Tetapi demi regulasi mereka harus merger.

Sebagai lokomotif gerakan koperasi lumrah, ia menyuarakan keprihatinan ini. Sikap pemerintah perlu lebih arif lagi dalam melihat kondisi riil. Tidak terburu-buru menerapkan hal-hal yang belum seharusnya. Sri Untari mengajak melihat seksama dulu fakta yang ada, dan mempelajari bagaiamana sebenarnya kondisi di bawah. Ia katakan itu karena ia memang ada dilaisan bawah sehingga tahu persis.

Katanya sumber daya manusia (SDM) koperasi itu penting karena akan mampu mengelola koperasi dengan baik. Skill itu juga bagus tetapi kalau di spin off kemudian yang kecil-kecil dimerger kasihan juga. Lalu siapa yang melayani yang kecil-kecil itu.

Tantangannya kata Sri Untari, jika Permenkop tersebut tetap dilaksanakan koperasi wanita dan koperasi lainnya secara perlahan akan hilang dari peredaran. Tak dipungkiri koperasi dibutuhkan mulai tingkat RT, terserah modalnya berapa. Namun,jika modal dasar minimal Rp 500 juta, koperasi akan mati. Menurut Anggota DPRD Provinsi Jatim ini, koperasi yang kerja di desa itu memerangi rentenir.

Untuk itu Dekopin berharap negara ini melindungi koperasi. Jika UUD 1945 saja bisa diamandemen (revisi) mosok Permenkop tidak bisa, tandasnya. Tapi di msas transisi ini Sri Untari menaruh harapan besar pada pemerintahan baru, presiden Prabowo nantinya memilih

Menteri Koperasi dan UKM yang memahami dan pelaku atau pegiat koperasi, sehingga paham mengenai permasalahan perkoperasian Indonesia. Teganya, sosok yang dipilih benar-benar memahami ruh koperasi. Jangan casing-nya saja.

Tidak sendirian Sri Untari menyuarakan unek-uneknya terhadap pemerintah. Gemala Rabi’ah Hatta pun merasa koperasi adalah denyut nadi yang mengalir di tubuhnya. Ia selalu mengamati perkembangan koperasi. Prihatin menjadi kata paling di ujung lidah diucapkan jika memadukannya dengan perjalanan koperasi. Di matanya koperasi belum mampu berbuat banyak. Sehingga masyarakat sering dirudapaksa oleh tengkulak.

Saat menerima peziarah ke pusara ayahnya, menuturkan punya pengalaman sedih pada tengkulak akibat koperasi lunglai. Dia cerita saat di Cianjur di rumah neneknya, ada lahan 1000M2 ditanami sayuran dan Cabai Gombong, saat pembantu menjualnya di pasar dengan harga Rp 20 ribu bayarannya tidak tepat. Bahkan saat ditagih masih bilang esok lusa dan entah kapan. Karena permainan tengkulak ini masyarakat menjadi susah. Kata dia semestinya koperasi yang tampil untuk memecahkan situasi merugikan ini.

Kondisi koperasi di tanah air diakuinya jauh terbelakang dibanding dengan di luar negeri. Ia menceritakan dulu pernah diajak ayahnya kunjungi tiga negara Eropi, yakni Sedia, Norwegia dan Denmark. Tujuannya, kata ayahnya Bung Hatta agar dia melihat praktiknya tidak hanya teori melulu. Di sana koperasi sudah besar-besar dan setara dengan usaha-usaha lainnya. Tidak lain, pendidikan koperasi di sana sudah sistematis dimulai dari anak-anak sekolah. Termasuk anak-anak parmuka juga diajari praktek koperasi. Lord Boden Powel Bapak Pandu dunia, jelas Gemala, selain mengajari kepanduan juga koperasi.

Wajar jika kata dia, produk apa saja bisa dihasilkan koperasi, seperti alat-alat sekolah, kantor, dll, diproduksi koperasi. Intinya koperasi di luar negeri bikin apa saja, tidak seperti koperasi di Indonesia. Padahal sumber daya alam (SDA) kita melimpah. Di Belanda kincir angin dikerjakan koperasi, dan barang-barang apa pun dikerjakan oleh koperasi, sementara di sini Gemala bilang dikerjakan pihak lain. Misalnya kincir angin ada di Palu tetapi yang bikin orang asing bukan koperasi.

Karena itu, ia senada Sri Untari, menteri koperasi kedepan harus ngerti semua perihal koperasi. Baik jiwa, ruh, spirit, fisik, dll untuk koperasi. Terpenting kata dia, koperasi dikelola dengan jujur. Jujur itulah kata dia merupakan wasiat ayahnya. Tanpa dikelola dengan jujur maka koperasi akan rapuh.

Tak lupa, ia pun menyemangati Dekopin untuk terus memperjuangkan hak-hak koperasi dari negara. Terus mengajari masyarakat dan mengajaknya berkoperasi dengan pengelolaan yang jujur dan berwawasan. Sehingga nantinya mereka bisa berkomunikasi dua arah dari pusat ke daerah dan dari daerah ke pusat dengan baik. Sehingga pembangunan koperasi kedepan akan pesat.**