TrijayaNews.id, Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO) Dedy Rochimat mengatakan, pihaknya kembali akan menggelar The International Furniture and Craft Fair Indonesia (IFFINA), setelah sebelumnya sempat vakum selama enam tahun.
Pada 2023 ini merupakan ke-10 kalinya penelenggaraan IFFINA, sejak pertama kali digelar pada 2008. Kali ini IFFINA akan didukung oleh tiga Kementerian terkait, yakni Kementerian Perindustrian, KemenkopUKM, Kementerian Perdagangan, serta Bank Indonesia (BI).
Dedy menyebut, industri mebel dan kerajinan merupakan industri yang PDB-nya terus tumbuh sejak enam tahun terakhir. Selain itu, pasar mebel dunia adalah pasar yang sangat potential bagi Indonesia.
Kata dia, pada 2022 saja, pasar mebel dunia berhasil mencatat pendapatan secara global sebesar 695 miliar dolar AS (Rp l10.256,8 triliun) dan diprediksi meningkat menjadi 766 miliar dolar AS (Rp11.304,6 triliun) pada akhir 2023.
Namun begitu imbuh dia, jika dibandingkan dengan luar negeri, industri mebel indonesia saat ini baru bisa mencatatkan pendapatan sebesar 2,8 miliar dolar AS (Rp41,32 triliun) pada 2022, yang secara ranking global menempatkan Indonesia di urutan ke-17 dunia, dan ke-4 di regional Asia, masih di bawah China, Vietnam, dan Malaysia.
Masih jelas Dedy, angka tersebut masih cukup kecil, padahal industri mebel merupakan industri strategis yang memiliki banyak manfaat. Selain menjadi industri penghasil devisa yang kuat, industri mebel imbuh dia, juga memiliki nilai tambah yang tinggi karena rantai nilai yang panjang dan keunggulan pada sumber daya alam Indonesia yang melimpah.
Menurutnya, kita punya hutan produksi seluas 68 juta hektare, sehingga kita menjadi produsen rotan dunia dengan menguasai 85%, dan menjadi nomor tiga produsen bambu terbesar dunia setelah China dan India. “Industri mebel juga menjadi penyerap tenaga kerja yang besar karena termasuk dalam industri padat karya yang menyerap 500 ribu tenaga kerja langsung per tahun 2021,” jelasnya.
Selain itu, industri mebel juga menciptakan multiplier effect yang luas bagi industri lainnya dan berkontribusi menggerakkan sektor industri lainnya melalui produk-produk bahan baku dan bahan pendukung yang dibutuhkan dalam menghasilkan produk mebel.
“Setelah pandemi berakhir dan perdagangan lintas negara sudah mulai lancar kembali, sudah saatnya bagi Indonesia untuk mendorong produksi mebel dan kerajinan, baik untuk pasar ekspor maupun kebutuhan pasar dalam negeri,” kata Dedy.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menambahkan, sektor industrial memberikan kontribusi sebesar 53,4 persen ke PDB Non Migas, di mana industri furnitur berkontribusi sebesar 1,3 persen dengan nilai ekspor sebesar 2,47 miliar dolar AS pada 2022, atau turun 2 persen dari ekspor tahun 2021. Diprediksi, tren ini masih akan terjadi tahun ini dan tumbuh pada 2024.
“Kontraksi disebabkan oleh kondisi global yang harus terus diwaspadai. Namun kami yakin, melihat kondisi pasar dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) per April 2023 sebesar 51,38 persen berada di level ekspansi. Artinya, industri furnitur perlahan masuk kategori ekspansi dan mulai bangkit lagi. Hal ini perlu dimanfaatkan oleh pelaku industri Tanah Air, agar terus lebih baik dan berdaya saing,” kata Putu.
Untuk itu, Kemenperin katanya, fokus pada tiga strategi dalam mengubah stagnasi industri furnitur. Pertama, mengalihkan pasar ekspor terdampak resesi ke pasar domestik.
Kedua, bersama kementerian terkait, memperluas negara tujuan ekspor ke pasar non tradisional dengan membentuk satgas. Dan ketiga, memperkuat media promosi lewat pameran fisik dan media digital. **