Manado – Angka kejadian henti jantung mendadak atau Sudden Cardiac Arrest (SCA) di Indonesia tergolong tinggi. Data Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) pada 2016 menyebutkan, angka kejadian henti jantung mendadak berkisar antara 300.000 hingga 350.000 kasus. Seiring tingginya angka kejadian henti jantung mendadak, angka keselamatan pasien yang mengalami henti jantung mendadak pun rendah dan berujung pada kematian. Satu satunya jalan, kejadian henti jantung mendadak dapat dicegah dengan mengetahui penyebab dan faktor resikonya.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Siloam Hospitals Manado, dr Benny Mulyanto Setiadi SpJP(K) FIHA menjelaskan, henti jantung mendadak bisa terjadi pada orang tua maupun orang muda. Meski demikian, ada sedikit perbedaan henti jantung mendadak pada orang tua dan orang muda.
Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Siloam Hospitals Manado, dr Benny Mulyanto Setiadi SpJP(K) FIHA mengatakan, sebuah laporan di Inggris menyebutkan tingkat keselamatan akibat henti jantung mendadak yang dikarenakan masalah elektrik pada jantung sangatlah kecil, yaitu hanya sekitar 8 persen. Bahkan, jika dibandingkan serangan jantung yang merupakan masalah saluran jantung angka keselamatannya mampu mencapai 80 persen.
“Ini menunjukan, kejadian henti jantung itu lebih berbahaya dibandingkan serangan jantung. Mengingat tingkat keselamatannya hanya sepersepuluh dari serangan jantung,” ungkap Benny di sela Health Talk Siloam Hospitals Manado, Jumat (24/7/2020).
Akan kategori usia, dijelaskan Benny penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama dan sering kali disertai faktor risiko penyakit jantung, seperti hipertensi, diabetes, dan kegemukan. “Henti jantung pada orang tua terjadi pada saat mereka beraktivitas, misalnya saat berolahraga,” jelasnya.
Sedangkan pada orang muda, lanjut Benny, gangguan irama dan kelainan struktural merupakan penyebab utama. Seringkali tanpa faktor risiko penyakit jantung. “Pada orang muda, henti jantung mendadak terjadi saat beristirahat dan tidur,” tambahnya.
Menurut Benny, penyebab pertama dan terbanyak henti jantung mendadak adalah kelainan irama jantung atau disebut aritmia yang merupakan kondisi dimana detak jantung tidak teratur. Ada tiga kemungkinan membuat jantung tidak teratur, bisa terlalu lambat maupun terlalu cepat dari detak jantung normal sebesar 60-100 detak per menit pada saat istirahat.
Jika terlalu lambat itu, di bawah dari 60 detak per menit, sedangkan terlalu tinggi diatas 100 per menit. Ada pula irama tambahan yang terjadi pada 1 persen hingga 4 persen populasi. Pada detak jantung terlalu lambat angka kejadiannya satu setiap 1.000 orang per tahun, terlalu cepat terjadi pada 3 persen populasi.
Sedangkan penyebab henti jantung kedua adalah penyakit jantung koroner. Ketiga, kelainan struktural pada jantung, dan terakhir genetika. Dengan demikian, yang harus dilakukan adalah pencegahan dan skrining atau pemeriksaan awal merupakan tatalaksana paling penting, kenali tanda dan gejala awal, kenali individu yang termasuk risiko tinggi,” pungkas Benny.