Jakarta, TrijayaNews.id – Persentase perokok usia 10-18 tahun terus mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebesar 7,2% menjadi 9,1 % di tahun 2018. Angka ini jauh dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) 2019 dengan target prevalensi merokok usia muda sebesar 5,2%.
Untuk mengatasi kebiasaan merokok di kalangan anak-anak, kebijakan perlu melihat bukti empiris peran berbagai faktor di antaranya adalah pengaruh teman sebaya (peer effect) dan tingkat harga (price effect). Hari ini, Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) meluncurkan penelitian mengenai Efek Harga Rokok dan Efek Teman Sebaya terhadap Tingkat Prevalensi Merokok pada Anak di Indonesia.
Studi ini menunjukkan bahwa teman sebaya (peer effect) dan tingkat harga (price effect) berhubungan dan secara statistik signifikan dengan peluang seorang anak menjadi perokok. Pengaruh menurut umur, peer effect lebih dominan dibandingkan price effect untuk usia dini dan sebaliknya, price effect lebih dominan daripada peer effect untuk usia remaja.
Selanjutnya, rumusan kebijakan dapat diarahkan pada instrumen pendidikan terkait efek teman sebaya dan peningkatan cukai untuk efek harga dalam upaya menurunkan kebiasaan merokok di antara anak-anak dan remaja.
Pada tahun 2018, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Indonesia menempati urutan ketiga terbesar di dunia dalam hal konsumsi rokok setelah China dan India, dimana 38,3% penduduk adalah perokok dan sekitar 20% diantaranya adalah remaja usia 13-15 tahun. Persentase perokok usia 10–18 tahun terus mengalami peningkatan dari tahun 2013 sebesar 7,2% menjadi 9,1 % di tahun 2018.
Di antara perokok anak, 1,5% perokok mulai merokok pada usia yang sangat muda yaitu usia 5-9 tahun sehingga Indonesia mendapat julukan baby smoker country dan 56,9% perokok memulai merokok pada usia 15-19 tahun (Riskesdas 2013). Studi PKJS-UI bertujuan untuk melihat dampak dari keberadaan teman sebaya dan tingkat harga secara bersamaan dengan pendekatan kuantitatif (hubungan sebab akibat) dan menggunakan data survei Susenas dan IFLS yang mewakili populasi perokok anak di Indonesia.
Untuk melihat pengaruh dari pengaruh teman sebaya dan tingkat harga terhadap peluang seorang anak menjadi perokok diperlukan data di tingkat individu yang merekam tiga informasi penting: status anak merokok, proporsi teman sebaya yang merokok dan rata-rata tingkat harga rokok di lingkungan tempat tinggal anak.
Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) dan Indonesia Family Life Survey (IFLS) adalah dua data survey rumah tangga dan individu yang representatif di tingkat nasional dan menyediakan informasi dan proxy untuk tiga informasi penting tersebut. Dalam studi ini peneliti menggunakan data Susenas 2015 yang mencakup sampel sebanyak 244.737 sampel anak usia 7-18 dan data IFLS 4 dan 5 yang mencakup sampel sebanyak 7.122 sampel remaja usia 15–18 tahun.
Berdasarkan hasil analisis, prevalensi merokok pada anak dan remaja di Indonesia (7-18 tahun) berdasarkan Susenas 2015 adalah sebesar 2,7%. Berdasarkan kelompok umur, prevalensi tertinggi berada pada usia 16-18 tahun, namun tidak sedikit dari anak usia 7–12 tahun juga telah merokok. Berdasarkan estimasi peneliti dengan data Susenas, total perokok anak dan remaja di Indonesia mencapai 1,5 juta jiwa.