JAKARTA, TrijayaNews.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyayangkan kabar duka yang kembali muncul dari Satuan Pendidikan di Indonesia. Pasalnya dugaan tindakan kekerasan dan dan pemenjaraan oleh oknum pendidik kepada anak didik di sebuah SMK di Batam seolah-olah memberikan gambaran pada masyarakat bahwa sekolah yang sejatinya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak untuk tumbuh dan berkembang, malah menempatkan anak pada risiko menjadi korban kekerasan. Menanggapi hal ini, Kemen PPPA menyampaikan akan terus memantau dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, khususnya Pemerintah Daerah Kota Batam dan Provinsi Kepulauan Riau terkait proses hukum dan pendampingan anak-anak korban.
“Kami dari Kemen PPPA tidak mentoleransi segala bentuk tindak kekerasan terhadap anak dimanapun, termasuk di lingkungan sekolah. Kami juga menyayangkan bahwa kekerasan yang terjadi seringkali dilakukan dengan dalih mendisiplinkan anak atas kesalahan yang dilakukan. Padahal jelas tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dimana anak di dalam dan di lingkungan sekolah, wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain,” ujar Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA.
Nahar juga mengungkapkan bahwa jika ditinjau dari Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) tercatat bahwa dari 12.938 anak korban kekerasan sepanjang Januari-Oktober Tahun 2021, ada 87 anak berusia 16-17 tahun yang menjadi korban kekerasan di sekolah. Data SIMFONI PPA juga mencatat bahwa sepanjang Januari-Oktober 2021, presentase guru sebagai pelaku kekerasan berjumlah 2,55%. Meskipun angkanya tidak terlalu tinggi, namun tetap perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Kasus ini menjadi salah satu contoh bahwa kasus kekerasan terhadap anak di sekolah perlu mendapat perhatian khusus, karena berdasarkan informasi yang diterima dari Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kota Batam beberapa anak korban mengalami trauma dan membutuhkan penanganan profesional.
“Kami juga memberikan apresiasi atas respon cepat yang dilakukan oleh Direskrimum Polda Kepri dalam menanggapi pengaduan dari orangtua korban. Harapannya, Pemerintah Daerah setempat dalam hal ini Dinas yang Membidangi Urusan Perlindungan Anak dapat mengawal kasus ini sehingga bisa anak dapat terlayani secara komprehensif. Selain itu, koordinasi dengan dinas terkait juga penting dilakukan agar pemenuhan hak anak tetap bisa terpenuhi, khususnya hak atas pendidikan,” ungkap Nahar.
Selanjutnya, jika terbukti bahwa oknum tenaga pendidik di sebuah SMK di Batam melakukan tindakan kekerasan terhadap anak, maka dapat diancam hukuman pidana berlapis, sebagaimana diatur dalam Pasal 76C jo Pasal 80 UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak; Pasal 351 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); atau Pasal 354 KUHP, yang ancaman hukuman penjaranya di atas 5 tahun, serta hukuman pemberhentian pelaku dengan tidak hormat (PTH) dari instansinya.