JAKARTA, TrijayaNews.id – Sekretaris Utama BKKBN, Tavip Agus Rayanto menjelaskan, “Soal stunting ini bukan masalah sepele. Terlebih, di Indonesia angka prevalensi stunting masih cukup tinggi, yakni 27,67 persen. Jumlah tersebut masih di atas standar rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni di bawah 20 persen”, jelas Tavip pada acara Penguatan Kerjasama BKKBN dengan Kementerian Agama RI dan BRIN dalam Pencegahan Stunting dari Hulu Kepada Calon Pengantin di Auditorium, Kantor Pusat BKKBN, Jakarta Timur/16/12/2021.
Acara ini juga dibarengi dengan penandatanganan perjanjian kerja sama oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin, Sekretaris Utama BKKBN Tavip Agus Rayanto, dan Kepala Organisasi Riset Pengkajian dan Penerapan Teknologi Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Dadan Moh Nurjaman sebagai tanda penguatan kerja sama.
“Stunting berpengaruh pada rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), rendahnya kecerdasan, rendahnya kemampuan politik, meningkatnya resiko penyakit tidak menular. “Stunting adalah sebuah ancaman pembangunan di masa mendatang karena rendahnya kualitas sumber daya manusia,” tambah Tavip.
Sementara itu, Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo juga mengungkapkan, “Jika kita berbicara tentang stunting maka itu susah diingat oleh masyarakat, maka dari itu kita gunakan Bahasa yang mudah, stunting itu sudah pasti pendek tapi pendek belum tentu stunting dan stunting merugikan bangsa dan negara serta keluarga tentunya. Ada 3 kelemahan stunting yang buat tidak produktif: (1) Pendek,sehingga jika mau jadi TNI, POLRI, Pramugari juga sudah sulit; (2) Intelektual, kemampuan intelektual tidak akan diatas rata-rata pada umumnya; (3) Usia paruh baya sudah sakit-sakitan,” ungkap dokter Hasto.
“Ditambah lagi, di umur 45 biasanya sakit kardiovaskuler, serangan jantung, stroke dll. Jika dilihat sebabnya stunting karena kurang sub optimal health atau sub optimal nutrition atau asuhannya kurang baik. Saat ini teknologi telah canggih, bisa diukur melalui USG apabila Panjang tidak sampai 48cm atau tidak. Jika di USG menjelang kelahiran Panjang paha tidak sampai 7cm maka kemungkinan Panjang lahir tidak sampai 48cm berarti termasuk dalam indikasi resiko terkena stunting. Apabila di desa bisa diukur melalui meteran dan ada rumus nya dengan praktis jika tidak ada USG”, imbuhnya.
Lalu dokter Hasto juga mengkritik terkait maraknya persiapan para calon pengantin yang lebih mementingkan Pra-wedding dibanding Pra-konsepsi menurutnya, “Pemeriksaan sejak 3 bulan sebelum nikah itu perlu dilakukan untuk mencegah saat proses kehamilan tidak terjadi janin tumbuh lambat nantinya. Jangan hanya pra-wedding saja sebelum nikah, pra-konsepsi jauh lebih penting dan harganya jauh lebih murah dari pra-wedding”, ucapnya.
“BKKBN harus melakukan konvergensi dengan berbagai kementrian dan Lembaga, dipusat ini sudah ada tim percepatan penurunan stunting dengan kementrian dan Lembaga, dikabupaten sampai provinsi dipegang tim pengerahnya oleh gubernur,walikota, bupati, dan kepala daerah. Kemudian ada ketua tim percepatan penurunan stunting dalam pelaksanaan nya adalah wakil-wakil kepala daerah. Ada petugasnya di setiap daerah yang disebut tim pendamping keluarga sebanyak 600ribu tim yang disebar di seluruh Indonesia. Ini Langkah kongkrit yang dilakukan untuk melakukan penurunan angka stunting sampai 14% sampai 2024 sesuai apa yang diperintahkan presiden Jokowi”, terang dokter Hasto.
Hasto berharap”, Nantinya keluarga dapat mengecek kesehatan melalui aplikasi yang dikembangkan oleh BKKBN untuk mencegah kelahiran stunting nantinya. Jika memang terindikasi satu penyakit akan dikirimkan modul sesuai alamat keluarga tersebut”, ujar dokter Hasto.