JAKARTA, TrijayaNews.id – Sejumlah sektor mulai dari Industri kesehatan hingga farmasi nasional dinilai belum bisa tumbuh maksimal. Penyebabnya diduga karena adanya praktik mafia dalam negeri yang berkolaborasi dengan industri raksasa medis di luar negeri.
“Praktik mafia yang melibatkan industri medis dari luar negeri ini membuat industri nasional seringkali hanya berfungsi sebagai penyalur dari produsen luar negeri untuk alat kesehatan. Termasuk juga dengan industri obat nasional yang bahan bakunya banyak dikendalikan oleh praktik mafia ini,” kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, pada acara webinar diskusi serial Kebangsaan bertema Teknologi Kesehatan dan Farmasi yang digelar bersama-sama oleh Aliansi Kebangsaan, Aliansi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Forum Rektor Indonesia,Jumat (18/9/2020).
Menurut Ponco, para mafia pemburu rente (rent seeking) pada sektor kesehatan dan farmasi tersebut, disadari atau tanpa disadari, seringkali digunakan sebagai “proxy” oleh kekuatan global untuk menghancurkan Indonesia atau sekurang-kurangnya tidak ingin perekonomian Indonesia mandiri dan berdaulat.
“Contohnya Menteri BUMN, beberapa waktu lalu juga yang mensinyalir adanya mafia di sektor perdagangan obat dan alat kesehatan ini. Akibat praktik mafia tersebut membuat Indonesia terus-menerus mengimpor bahan baku obat dan alat kesehatan,” kata Ponco.
Pihaknya menduga, praktik ini adalah bagian dari mafia global di bidang medis dan tidak mustahil bagian dari Perang G-IV. Mafia global ini, dikenal dengan sebutan “medical-industrial complex” yang diadopsi dari istilah “military-industrial complex”. Dominasi mafia medis ini sudah berlangsung cukup lama.
“Praktik mafia tersebut diduga masih terus berlangsung pada kondisi seperti sekarang ini di mana kita tengah menghadapi pandemi COVID-19,” kata Pontjo.
Menurut Ponco, untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang membelit industri alat kesehatan dan obat dalam negeri maka penguasaan inovasi teknologi dalam sektor kesehatan dan farmasi harus menjadi perhatian kita semua secara sungguh-sungguh.
“Tujuannya agar Indonesia mampu meningkatkan ketahanan kesehatan (health security),” ujar Ponco.
Sementara itu, Ketua Forum Rektor Indonesia, Arif Satria mengatakan, Indonesia memiliki peluang sangat besar untuk mencapai kemandirian dalam bidang obat-obatan dan alat kesehatan. Sebab Indonesia memiliki sumber daya yang sangat besar seperti biodiversity dan produk laut yang sangat penting sebagai bahan baku obat-obatan.
Menurut Arif, inovator-inovator alat kesehatan juga cukup banyak baik dari kalangan perguruan tinggi maupun lembaga-lembaga riset. Sebagai contoh, pada pandemi COVID-19 ini terjadi lompatan inovasi yang sangat membanggakan karena lebih dari 50 inovator muncul dengan inovasi yang relevan. “Dengan potensi yang kita miliki tersebut, seharusnya soal kemandirian obat kita nomer satu,” ujar Arif.
Sedangkan, Rektor Universitas YARSI, Fasli Djalal mengatakan, keinginan dan harapan untuk mencapai kemandirian obat dan alat kesehatan sudah lama dicanangkan pemerintah. Berbagai program dan kebijakan juga roadmap untuk mencapai kemandirian tersebut sudah disusun. Namun hingga kini kemandirian obat dan alat kesehatan masih jauh dari harapan.
Ia mengakui, industri obat dan alat kesehatan dalam negeri memang tubuh baik. Saat ini sekitar 72% farmasi dikuasai industri lokal, tetapi 95% bahan bakunya masih impor. Demikian juga untuk alat kesehatan, setiap tahun tumbuh rata-rata 12%. Sayangnya, 90% bahan baku alat kesehatan juga masih impor.
Fasli mengatakan, kemandirian alat kesehatan dan obat-obatan menjadi persoalan yang harus segera diatasi. Mengingat belanja produk alat kesehatan dan obat-obatan kita semakin hari semakin meningkat.
“Menjadi pelajaran berharga saat terjadi pandemi COVID-19, dimana kran impor tersendat, bagaimana kalang kabutnya industri farmasi dalam negeri untuk memperoleh bahan bakunya,” tutup Fasli.
Selain Fasli Djalal, Webinar yang dimoderatori Mayjen TNI (pur) I Dewa Putu Rai juga menampilkan narasumber lain. Yaitu Pakar Biologi Molekuler Prof Herawati Sudoyo Supolo, Staf Khusus Menteri Kesehatan Mayjen TNI (Pur) Dr Daniel Tjen, Ketua Industri Kesehatan BPP HIPMI DR dr I Gusti Nyoman Darmaputra, dan Dewan Pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif.