Bali, TrijayaNews.id – Para delegasi yang menghadiri Konferensi Tingkat Menteri G20 tentang Pemberdayaan Perempuan (G20 Ministerial Conference on Women’s Empowerment/MCWE) di Nusa Dua, Bali menggarisbawahi bahwa upaya bersama untuk menutup kesenjangan gender di ranah digital merupakan hal yang krusial dan penting diperjuangkan. Akses digital bagi perempuan pelaku ekonomi dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi negara dan memberikan peluang lebih besar bagi perempuan untuk jenis-jenis pekerjaan baru di masa depan yang mengedepankan sains dan teknologi.
Minister of Women and Child Development Republic of India, Smriti Zubin Irani mengatakan, Pemerintah India berupaya menggeser paradigma yang ada, di mana perempuan kini mampu menjadi pemimpin, bukan hanya objek kebijakan, terutama dalam bidang STEM (Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika).
“Perdana Menteri India menyebutkan bahwa setiap perempuan mempunyai kualitas kewirausahaan. Sebanyak 81 persen pinjaman disediakan oleh Pemerintah India bagi perempuan dengan nilai mulai dari 1 hingga 10 juta rupee dan 68 persen dari pinjaman untuk perempuan itu telah dimanfaatkan. Pemerintah India juga memfasilitasi dan menyebarluaskan usaha yang dijalankan oleh perempuan untuk memastikan perempuan India menjadi berdaya guna,” ujar Irani.
Sementara itu, Vice President, Social Impact, International Markets, Center for Inclusive Growth – Mastercard, Payal Dalal mengatakan, perempuan pelaku bisnis lebih banyak terdampak pandemi dibandingkan laki-laki.
“Dalam masa pandemi Covid-19 yang mendorong digitalisasi, banyak bisnis kecil di India yang tidak mampu mendapatkan manfaat. Kita melakukan pengkajian terhadap 14 ribu bisnis kecil di India dan ternyata hanya 4 persen perempuan yang menganggap diri mereka sanggup dan siap masuk dunia digital. Kita harus bertindak, kita harus keluar dari model tradisional dan melihat semua aset, yaitu sumber daya manusia, teknologi, data, dan bagaimana kita bisa mengumpulkan semuanya secara kolektif. Cara berpikir kreatif dan inovatif bisa membuat perubahan,” kata Payal.
Secara virtual, Robbert Dijkgraaf, Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Sains Belanda menyatakan prihatin dengan kondisi pandemi yang berdampak negatif bagi para perempuan, dimana pendapat dan pengetahuan mereka cenderung tidak didengar dan tidak dipertimbangkan. Suara kelompok perempuan masih kurang terwakili dalam lingkup sains, ilmu pengetahuan, riset, dunia swasta dan sektor publik.
“Dengan tidak adanya atau minimnya keterwakilan dan kiprah perempuan di bidang STEM (science, technology, engineering and mathematics) akan semakin memperlebar kesenjangan gender di ranah digital. Penting dan krusial untuk mencari cara mengatasi stereotipi gender yang mengecilkan kemampuan perempuan dan anak perempuan. Dalam hal ini, pemerintah Belanda telah menyepakati pakta teknologi bersama sekolah, dunia swasta, pekerja, pemberi kerja dan pemerintah daerah untuk menarik lebih banyak minat perempuan dan anak perempuan dalam menempuh karir di dunia STEM. Masa depan adalah dunia STEM. Keberhasilannya dimulai dari kesetaraan dalam memperoleh pendidikan yang inklusif bagi perempuan dan anak perempuan. Yakinlah, perempuan dan anak perempuan memiliki potensi dan kompetensi luar biasa untuk berkembang di bidang STEM,” ujar Robbert.
Graham A.N Wright, pendiri sekaligus Managing Director dari MicroSave Consulting yang berbicara secara virtual menyampaikan berbagai negara sudah mempraktekkan transfer manfaat langsung yang ditujukan bagi perempuan pengguna internet.
“Pemerintah Indonesia memiliki program Strategi Keuangan Inklusif yang menyasar 83 juta perempuan agar mereka mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan menciptakan iklim yang baik bagi perempuan pelaku usaha kecil mikro dan menengah (UMKM). Indonesia juga mempunyai Program Keluarga Harapan (PKH), sebuah program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga miskin yang ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat. Program ini menambah jumlah pembukaan rekening bank untuk pertama kalinya bagi penerima manfaat. Namun yang harus diwaspadai adalah adanya konsekuensi yang tidak diinginkan, dimana ketika transfer ditujukan kepada perempuan sebagai penerima manfaat, dikhawatirkan ada pengaruh tekanan dari suami untuk dapat mengakses dana tersebut. Namun satu hal adalah kita sepakat bahwa tidak ada pembatasan perempuan dalam ekonomi digital,” ujar Graham yang berbicara secara virtual.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Urusan Wanita Kamboja, Ing Kantha Phavi menyatakan kesetaraan gender dan suara perempuan penting dalam pemulihan ekonomi dunia pasca Covid.
“Aset terbesar kami adalah perempuan. Namun data menunjukkan masih ada kesenjangan gender cukup besar, perempuan masih menanggung beban pekerjaan domestik. Meski demikian pemerintah terus berkomitmen memperkecil kesenjangan gender dalam dunia digital dengan menghadirkan kebijakan yang membuka peluang perempuan berkarya, dan yang terpenting, membuka kesempatan bagi perempuan berkarir dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejak 2018, pemerintah Kamboja terus mendorong perempuan untuk masuk dalam dunia sains dan teknologi,” ujar Ing.