BANDUNG, TrijayaNews.id – Kementerian Sosial banyak menangani kasus masyarakat miskin yang memiliki anak dengan kasus stunting dan gizi buruk. Anak dengan stunting merupakan tantangan serius dalam agenda pembangunan SDM unggul.
Di pihak lain, penanganan anak yang mengalami gizi kurang tidak mudah. Sebab, stunting bukan saja masalah kesehatan dan gizi melainkan juga masalah pola asuh dan perilaku masyarakat sehingga pendekatan sosial penting dilakukan.
Oleh karena itu, upaya pencegahan sangat penting ketimbang harus mengatasi. Untuk keperluan itu, Kemensos melalui Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi (Pusdiklatbangprof) dan Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung menjalin kerja sama dengan dengan Tanoto Foundation dalam percepatan penurunan angka stunting.
Kemensos melalui, Pusdiklatbangprof telah mengembangkan modul percepatan penanganan stunting bagi Widyaiswara dan Pendamping Sosial PKH. Dan ini memberikan kontribusi yang luar biasa, terutama bagi Keluarga Penerima Manfaat (KPM), yang jumlahnya sekitar 10 juta keluarga.
“Poltekesos Bandung telah bekerja sama dengan Tanoto Foundation tahun 2021 dalam upaya percepatan penurunan stunting dengan menghasilkan model Aksi Pengubahan Perilaku Pencegahan Stunting (AKSI HANTING),” kata Direktur Poltekesos Bandung DR. Marjuki, M.Sc. dalam pernyataannya pada kegiatan Workshop Pembahas Replikasi Model Aksi Pengubahan Perilaku Pencegahan Stunting (AKSI HANTING) (26/01).
Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung percepatan pencegahan stunting. Hadir dalam kegiatan workshop, sebagai keynote speaker Lead Manager TP2AK Sekretariat Wapres Iing Mursalin, Head of Early Childhood Education & Develovment Tanoto Foundation Eddy Hendry sebagai narasumber, Wakil Direktur Bidang Akademik Poltekesos Bandung Admiral Nelson Aritonang, Ph.D, dan Ketua Asosiasi Pendidikan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial Indonesia Prof. Oman Sukmana.
AKSI HANTING menyasar kelompok primer yaitu ibu hamil, ibu menyusui, pengasuh, remaja puteri dan kader dengan lokasi 8 desa binaan Poltekesos di Provinsi Jawa Barat dengan melibatkan 32 dosen, dan 32 mahasiswa.
AKSI HANTING yang dilakukan di desa di antaranya penyuluhan dengan media (leaflet, tiktok, spanduk) dan bimbingan dari kader dan sosialisasi duta tentang pencegahan stunting. “Jumlah kader yang mendukung kegiatan pencegahan stunting ini berjumlah 64 orang kader dan 160 orang duta aksi hanting yang terdiri atas kader di setiap desa sebanyak 8 kader, dan terdapat 20 duta pencegahan stunting,” katanya.
Model AKSI HANTING telah didiseminasikan kepada pemerintah kabupaten/kota serta perguruan tinggi kesejahteraan sosial yang tergabung pada Asosiasi Pendidikan Kesejahteraan Sosial/Pekerjaan Sosial Indonesia (ASPEKSI). “Ini dapat direplikasi dengan dukungan pemerintah desa untuk percepatan pencegahan stunting di Indonesia,” katanya.
Tahun 2022, model AKSI HANTING direplikasi oleh empat perguruan tinggi program studi kesejahteraan sosial, yaitu Universitas Padjadjaran, Universitas Pasundan, Universitas Langlangbuana, dan Universitas Binawan Jakarta yang melibatkan dosen dan mahasiswa di desa binaan universitas masing-masing.
Dalam upaya menyebarluaskan hasil praktik-praktik baik dari replikasi model AKSI HANTING oleh berbagai Perguruan tinggi penyelenggara program studi pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang tergabung dalam ASPEKSI dalam pengubahan perilaku pencegahan stunting serta berbagai pihak lain yang berkepentingan.