JAKARTA, TrijayaNews.id – Besarnya pukulan pandemi yang dialami daerah, mendorong pemerintah untuk menyusun ulang prioritas keuangan daerah untuk penanganan COVID-19.Sebanyak 72,63 triliun APBD dan 22,48 triliun Dana Desa difokuskan untuk mempercepat penanganan pandemi. Pengelolaan keuangan daerah yang besar tersebut kerap kali diwarnai risiko dalam pelaksanaannya.Sebut saja korupsi (fraud) dalam percepatan penanganan COVID-19.
Sebagai bentuk sinergi pengawasan, KPK, BPKP, dan Kementerian Dalam Negeri menyelenggarakan Diskusi Interaktif dengan Gubernur Seluruh Indonesia. Dengan tema “Sinergi dan Efektivitas Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi”, diskusi ini diharapkan dapat meningkatkan komitmen pimpinan daerah dalam pencegahan korupsi.
Terkait strategi pencegahan korupsi, Presiden Joko Widodo dalam Rakornas Pengawasan Intern 2020 mengingatkan agar pencegahan harus diutamakan.
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh menegaskan, sinergi antar lembaga akan mempercepat pengendalian fraud. Memberi arahan dalam diskusi interaktif ini, Yusuf Ateh menyampaikan bahwa BPKP, sebagai koordinator pengawasan intern, mengajak seluruh APIP, pemeriksa eksternal dan aparat penegak hukum (APH) untuk berkolaborasi dalam rangka mencegah kebocoran uang negara.
“Jika uang negara sudah terlanjur bocor, manfaat yang seharusnya sampai ke masyarakat sudah pasti tidak dapat di-deliver atau delivery-nya akan terhambat. Jadi, pencegahan harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Beberapa risiko dari penyaluran bansos yang perlu diantisipasi adalah permasalahan data penerima manfaat (data ganda, data tidak valid), tumpang tindih penerima dan skema bansos, serta ketidaktepatan waktu, jumlah, dan kualitas. Upaya yang telah dilakukan BPKP adalah integrasi basis data berbagai penerima bansos serta cleansing data penerima yang bermasalah. Diharapkan Pemda turut mendukung upaya pemutakhiran data (termasuk DTKS), serta bersinergi bersama APIP/Perwakilan BPKP di setiap Provinsi untuk bersama mengawal agar penyaluran bansos tepat sasaran.
Sinergi dan kolaborasi APIP-BPKP-APH harus dilakukan sejak awal sebagai sistem peringatan dini (early warning system). Menurut Yusuf Ateh, di tengah kelebihan dan keterbatasan masing-masing lembaga, kolaborasi APIP-BPK-APH diarahkan untuk membangun kombinasi optimal dari ketiga peran tersebut sebagai bagian dari layer pengawasan pengendalian fraud, mulai dari pengawasan oleh manajemen sebagai layer pertama, unit quality assurance sebagai layer kedua, dan APIP sebagai layer ketiga.
Pemeriksa eksternal dan APH selanjutnya menjadi layer pengawasan terakhir yang lebih bersifat represif. Dalam hal ini, APIP lebih dilibatkan melalui pendampingan proses bisnis dan pengambilan keputusan. Sedangkan BPK selaku pemeriksa eksternal memiliki wewenang lebih atas temuan dan APH akan bergerak melakukan penindakan. (ANP)